Headphone Bluetooth sudah menjadi benda sehari-hari bagi banyak orang di Indonesia. Dari pekerja kantoran, pelajar, hingga pengemudi ojek online, perangkat ini dipakai hampir tanpa jeda. Musik, rapat online, panggilan telepon, hingga hiburan semua mengandalkan satu alat kecil yang menempel di telinga.
Namun, semakin sering digunakan, semakin besar pula pertanyaan yang muncul. Salah satu yang paling sering dibicarakan adalah soal keamanan. Banyak orang khawatir, apakah headphone Bluetooth berbahaya bagi otak. Isu ini sering dikaitkan dengan radiasi, kanker, hingga gangguan saraf, terutama karena posisinya yang sangat dekat dengan kepala.
Agar tidak terjebak pada ketakutan yang tidak berdasar, penting untuk memahami persoalan ini dengan bahasa yang sederhana dan berdasarkan data ilmiah yang ada.
Bluetooth dan Radiasi, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Bluetooth bekerja menggunakan gelombang radio untuk menghubungkan perangkat dalam jarak dekat. Gelombang radio ini termasuk dalam radiasi non-ionisasi. Jenis radiasi ini berbeda dengan radiasi yang selama ini dikenal berbahaya.
Radiasi ionisasi, seperti sinar X atau radiasi nuklir, memiliki energi tinggi dan dapat merusak sel tubuh. Sementara radiasi non-ionisasi memiliki energi rendah dan tidak mampu merusak DNA manusia.
Teknologi yang kita pakai setiap hari, seperti WiFi, siaran radio, televisi, bahkan oven microwave, juga menggunakan radiasi non-ionisasi. Bluetooth berada di kategori yang sama dan justru termasuk yang paling rendah daya pancarnya.
Kesalahpahaman sering muncul karena kata “radiasi” terdengar menyeramkan. Padahal, yang menentukan dampaknya adalah jenis dan kekuatannya, bukan sekadar istilahnya.
Seberapa Kecil Paparan Radiasi Headphone Bluetooth?
Jika dibandingkan dengan ponsel, paparan radiasi dari headphone Bluetooth jauh lebih kecil. Ponsel harus memancarkan sinyal ke menara seluler yang jaraknya bisa ratusan meter hingga beberapa kilometer. Itu sebabnya daya pancar ponsel lebih besar.
Sebaliknya, Bluetooth hanya menghubungkan perangkat dalam jarak beberapa meter, misalnya dari ponsel di saku ke headphone di telinga. Daya yang digunakan sangat kecil.
Berbagai kajian menyebutkan bahwa emisi Bluetooth berada jauh di bawah batas aman yang ditetapkan lembaga pengawas kesehatan di banyak negara. Bahkan, sejumlah pakar menilai menggunakan headphone Bluetooth lebih aman dibandingkan menelepon dengan ponsel yang ditempel langsung ke telinga.
Apakah Ada Bukti Bisa Menyebabkan Kanker Otak?
Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah kuat yang menunjukkan bahwa headphone Bluetooth dapat menyebabkan kanker otak. Lembaga kesehatan seperti National Cancer Institute menyatakan tidak ada hubungan pasti antara penggunaan perangkat nirkabel dengan kanker atau penyakit serius lainnya.
Bluetooth menggunakan frekuensi radio berenergi rendah yang tidak bersifat karsinogenik. Penelitian jangka panjang memang masih terus dilakukan, mengingat penggunaan perangkat nirkabel semakin masif. Namun, berdasarkan data yang tersedia saat ini, klaim bahwa Bluetooth memicu kanker masih belum terbukti.
Banyak informasi menyesatkan di media sosial muncul karena penelitian dibaca setengah-setengah atau disimpulkan tanpa konteks yang benar.
Masalah yang Justru Lebih Sering Terjadi
Meski aman dari sisi radiasi, penggunaan headphone tetap memiliki risiko lain yang lebih nyata dan sering terjadi. Risiko tersebut berkaitan dengan pendengaran.
Mendengarkan musik atau audio dengan volume tinggi dalam waktu lama dapat merusak pendengaran secara perlahan. Kerusakan ini sering tidak terasa di awal, tetapi bisa bersifat permanen.
Masalah ini tidak bergantung pada apakah headphone menggunakan kabel atau Bluetooth. Faktor utamanya adalah seberapa keras suara dan berapa lama telinga terpapar.
Organisasi Kesehatan Dunia telah memperingatkan bahwa kebiasaan mendengarkan audio terlalu keras menjadi salah satu penyebab meningkatnya gangguan pendengaran, termasuk pada usia muda.
Selain itu, penggunaan headphone terlalu lama juga dapat menyebabkan telinga terasa penuh, pusing ringan, dan berkurangnya kesadaran terhadap suara sekitar. Hal ini berisiko terutama saat berada di jalan atau ruang publik.
Cara Aman Menggunakan Headphone Bluetooth
Agar tetap aman, ada beberapa kebiasaan sederhana yang bisa diterapkan.
Pertama, jaga volume suara. Usahakan tidak lebih dari 60 persen dari volume maksimal. Jika orang di sekitar masih bisa mendengar suara dari headphone Anda, itu tanda volumenya terlalu keras.
Kedua, batasi durasi pemakaian. Hindari menggunakan headphone terus-menerus selama berjam-jam. Beri jeda agar telinga bisa beristirahat.
Ketiga, gunakan headphone hanya saat diperlukan. Tidak perlu memakai headphone sepanjang hari jika tidak sedang mendengarkan apa pun.
Keempat, pilih headphone yang nyaman dan pas di telinga. Headphone yang baik membantu suara terdengar jelas tanpa perlu menaikkan volume berlebihan.
Kesimpulan
Berdasarkan data ilmiah yang tersedia hingga saat ini, headphone Bluetooth tidak terbukti berbahaya bagi otak. Radiasi yang dipancarkan tergolong rendah, termasuk radiasi non-ionisasi, dan berada jauh di bawah batas aman.
Kekhawatiran soal kanker otak akibat Bluetooth masih belum didukung bukti ilmiah yang kuat. Risiko yang lebih nyata justru datang dari kebiasaan penggunaan, terutama volume suara yang terlalu tinggi dan durasi pemakaian yang terlalu lama.
Dengan penggunaan yang wajar dan bijak, headphone Bluetooth aman digunakan untuk menunjang aktivitas sehari-hari, tanpa perlu rasa takut berlebihan.
