Latar Belakang Kasus Korupsi
Sukabumi kembali menjadi sorotan setelah mantan Kepala Desa Cikujang, Heni Mulyani, divonis tiga tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi. Kasus ini melibatkan penyalahgunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat. Keputusan vonis ini dikeluarkan oleh majelis hakim pada 21 Oktober 2025, dan menjadi salah satu skandal yang paling mengejutkan di tingkat desa.
Dalam persidangan, Heni dinyatakan bersalah sebagai satu-satunya terdakwa dalam kasus yang telah menarik perhatian publik tersebut. Penggunaan dana yang seharusnya bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Hal ini membuat banyak warga desa merasa kecewa dan marah.
Proses Pengadilan dan Tuntutan
Sidang putusan Heni Mulyani dipimpin oleh Hakim Ketua Syarip dan dua hakim anggota, Adeng Abdul Kohar serta Iis Siti Rochmah. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Anggi menuntut Heni dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan. Namun, majelis hakim akhirnya memutuskan untuk menjatuhkan vonis tiga tahun penjara.
Hakim juga memutuskan agar Heni membayar denda sebesar Rp50 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, Heni akan menghadapi tambahan hukuman kurungan selama tiga bulan. Keputusan ini mencerminkan serangkaian pertimbangan yang diambil oleh majelis hakim berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Penyalahgunaan Dana Desa
Hasil audit menunjukkan bahwa Heni telah menyalahgunakan dana desa sejak awal masa jabatannya, yang dimulai pada tahun 2019. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, seperti jalan lingkungan, serta meningkatkan fasilitas pendidikan, malah dikorupsi untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan audit yang dilakukan, kerugian negara akibat tindakan Heni mencapai Rp500.556.675.
Salah satu tindakan yang paling mencolok adalah penjualan Posyandu Anggrek 08 seharga Rp45 juta. Penjualan ini menjadi salah satu aspek yang paling menghebohkan dalam kasus ini karena Posyandu merupakan fasilitas penting bagi kesehatan masyarakat, terutama ibu dan anak.
Dampak Kasus terhadap Masyarakat
Kasus korupsi ini telah menimbulkan dampak yang signifikan bagi masyarakat desa. Banyak warga yang merasa kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah desa. Kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Masyarakat berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak ada lagi penyalahgunaan kewenangan di masa depan.
Di tengah ketidakpuasan masyarakat, beberapa tokoh setempat mulai menyerukan untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pelaporan di tingkat desa. Mereka ingin agar dana desa dapat dikelola dengan lebih baik dan tepat sasaran, sehingga bisa memberikan manfaat maksimal bagi seluruh warga.
Proses Hukum yang Panjang
Proses hukum terhadap Heni berjalan cukup panjang. Penyidik harus melakukan verifikasi terhadap sejumlah bukti keuangan dan dokumen pertanggungjawaban desa. Selain itu, penyimpangan anggaran dalam kegiatan fiktif juga harus diungkap. Beberapa kegiatan dilaporkan selesai padahal tidak ada realisasinya di lapangan.
Agus Yuliana Indra Santoso, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, menyatakan bahwa proses hukum ini menunjukkan komitmen untuk memberantas korupsi di tingkat desa. “Kami akan terus berupaya agar setiap penyalahgunaan dana publik tidak luput dari perhatian,” tegasnya.
Pembelaan Heni Mulyani
Dalam pembelaannya, Heni Mulyani mengklaim bahwa beberapa kegiatan yang dilaporkan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Namun, bukti-bukti yang ada menunjukkan sebaliknya. Majelis hakim menganggap bahwa pernyataan Heni tidak cukup kuat untuk membantah tuduhan yang diajukan.
Heni juga menyatakan bahwa dia tidak bermaksud merugikan masyarakat dan mengklaim bahwa dia telah berusaha menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain, dan keputusan hakim menjadi cerminan dari hasil penyelidikan yang dilakukan.
Tanggung Jawab Heni Mulyani
Selain menjalani hukuman penjara, Heni juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp500.556.675. Uang pengganti ini akan dikompensasikan dengan barang bukti berupa uang tunai Rp30 juta, serta beberapa realisasi kegiatan yang sempat dilakukan. Namun, masih terdapat sisa uang pengganti sebesar Rp455.556.675 yang harus dibayarkan Heni.
Jika Heni tidak mampu membayar uang pengganti tersebut, maka dia akan menjalani tambahan pidana selama satu tahun penjara. Ini menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi dari tindakannya dan perlunya pertanggungjawaban dalam pengelolaan dana publik.