Deepfake dan Iklan Terselubung: Ancaman Baru di Era Digital

Illustrasi Penipuan Lewat Deepfake AI

Jakarta – Dunia digital kembali dihebohkan dengan penipuan berbasis teknologi deepfake. Sebuah video yang beredar di Malaysia menunjukkan bagaimana teknologi AI digunakan untuk memanipulasi wajah dan suara seseorang, membuat korban percaya bahwa mereka sedang berbicara dengan anggota keluarga. Akibatnya, seorang ayah mentransfer uang hingga RM 5.000 sebelum menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan. Total kerugian yang dilaporkan dari kasus ini mencapai RM 500.000 atau setara Rp 1,8 miliar.

Bagaimana Penipuan Terjadi?

Dalam kasus ini, pelaku menggunakan deepfake untuk meniru wajah dan suara seorang anak, yang kemudian menghubungi orang tuanya dengan alasan darurat. Awalnya, sang ayah mentransfer RM 500, namun jumlah tersebut bertambah hingga RM 5.000 atas permintaan “anak” yang sebenarnya adalah deepfake. Ironisnya, video ini berakhir dengan promosi ponsel merek “H,” yang mengklaim mampu mendeteksi deepfake.

Teknologi Deepfake dan Ancaman yang Meningkat

Deepfake memungkinkan manipulasi gambar dan suara dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dengan perkembangan teknologi AI, membedakan konten asli dan palsu semakin sulit dilakukan. Namun, ponsel merek “H” mengklaim mampu mendeteksi konten deepfake melalui analisis kontak mata, pencahayaan, dan kejelasan gambar.

Praktisi keamanan siber Alfons Tanujaya menilai, meski fitur ini berguna, keandalan teknologi tersebut tidak bisa dijadikan satu-satunya solusi. “Deepfake terus berkembang, sehingga identifikasi dengan AI saja tidak cukup. Pengguna harus tetap waspada dan tidak sepenuhnya bergantung pada perangkat teknologi,” jelasnya.

Rekayasa Sosial Lebih Berbahaya

Selain teknologi, penipuan sering kali menggunakan rekayasa sosial, yaitu manipulasi psikologis untuk membuat korban percaya pada narasi pelaku. Beberapa kasus di Malaysia menunjukkan bahwa korban sering kali diperdaya dengan tuduhan palsu, seperti tunggakan pajak atau pencucian uang.

Ponsel dan Persaingan Brand

Dalam video tersebut, merek ponsel “H” tidak hanya mempromosikan fitur deteksi deepfake, tetapi juga menyindir kompetitornya. Merek “i” diposisikan sebagai perangkat yang digunakan pelaku penipuan, sementara ponsel merek “S” dianggap kurang mampu dalam menghadapi ancaman digital.

Namun, Alfons mengingatkan bahwa penipuan tidak selalu bergantung pada teknologi canggih. “Kasus-kasus penipuan sering kali melibatkan manipulasi psikologis, bukan hanya teknologi. Jadi, tidak ada jaminan bahwa satu merek ponsel dapat melindungi sepenuhnya dari ancaman ini,” tambahnya.

Langkah-Langkah Menghindari Penipuan

  1. Amankan Akun Digital
    Aktifkan autentikasi dua faktor pada semua akun penting.
  2. Hati-Hati dalam Berkomunikasi
    Gunakan kode rahasia keluarga untuk memverifikasi permintaan darurat.
  3. Periksa Identitas Penelpon
    Aplikasi seperti True Caller dapat membantu mengenali nomor telepon mencurigakan.
  4. Jangan Langsung Transfer Uang
    Lakukan verifikasi ketat sebelum mengirim uang ke rekening yang tidak dikenal.
  5. Gunakan Password Manager
    Pastikan kata sandi untuk setiap akun berbeda dan dikelola dengan aman.

Kesimpulan

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan di era digital. Teknologi deepfake adalah alat yang bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Dengan meningkatkan kesadaran dan menerapkan langkah-langkah keamanan digital, kita dapat meminimalkan risiko menjadi korban penipuan canggih seperti ini.

Exit mobile version