Dua Kalimat, Satu Kemerdekaan
Penjajahan atas Indonesia berlangsung ratusan tahun. Tapi hanya butuh dua kalimat untuk mengakhirinya secara resmi. Itu bukan omong kosong. Itu pernyataan yang dibacakan dengan sadar, pada waktu yang tepat, oleh orang yang tepat.
Tanggal 17 Agustus 1945.
Ir. Soekarno berdiri di depan rakyatnya.
Membaca dua kalimat yang mengguncang struktur penjajahan dari akar.
Itulah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Apa yang Terjadi Sebelumnya?
15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu.
Indonesia, yang sebelumnya dijajah Jepang, masuk masa kekosongan kekuasaan.
Inilah saatnya bangsa Indonesia menentukan nasibnya sendiri.
Golongan muda mendorong proklamasi segera. Soekarno dan Hatta sempat dibawa ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh Jepang. Akhirnya, mereka sepakat:
Indonesia akan menyatakan kemerdekaan secara sepihak.
Teks Disusun Tanpa Rapat, Tanpa Sidang
Malam 16 Agustus 1945, rumah Laksamana Maeda menjadi tempat penyusunan naskah proklamasi.
- Soekarno menulis naskah tangan.
- Hatta ikut menyempurnakan.
- Sayuti Melik mengetik ulang.
- Ahmad Subardjo menyepakati.
Tidak ada persetujuan dari Jepang. Tidak ada mandat dari Sekutu.
Yang ada hanya tekad bangsa yang sudah cukup dijajah.
Inilah Teks Lengkap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17-8-’45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno – Hatta
Kenapa Kalimat Ini Begitu Mengguncang?
- Karena bukan permintaan, tapi pernyataan.
- Karena tidak menyebut penjajah manapun, tapi langsung menegaskan posisi sebagai bangsa yang merdeka.
- Karena kalimat ini berdiri di atas keberanian dan keyakinan, bukan kekuatan senjata.
Fakta Lain yang Perlu Kamu Tahu
- Teks ini ditulis dan dibacakan dalam waktu kurang dari 24 jam sejak diputuskan.
- Naskah tulisan tangan Soekarno sempat hilang, disimpan diam-diam oleh B.M. Diah, lalu dikembalikan ke negara pada 1992.
- Tidak ada pasukan atau seremoni besar saat pembacaan. Hanya rakyat, tokoh bangsa, dan keberanian.
Penutup
Kalimat ini bukan hanya mengguncang penjajahan secara simbolis.
Ia mengguncang sistem yang selama ini menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang bisa direbut, dipakai, dan dikendalikan.
Dengan dua kalimat itu, Indonesia berkata:
Kami bukan milik siapa-siapa. Kami milik kami sendiri.











