Berita  

Skandal Korupsi di Binjai: Dana Bagi Hasil Sawit Disalahgunakan

Pengantar Kasus Korupsi

Kota Binjai, Sumatera Utara, baru-baru ini menjadi sorotan setelah terungkapnya skandal korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah setempat. Kasus ini berfokus pada pengelolaan dana bagi hasil sawit senilai Rp 14,9 miliar, yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, tetapi justru disalahgunakan oleh para pejabat tersebut. Kasus ini tidak hanya mengungkapkan praktik korupsi, tetapi juga menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang mengharapkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai telah melakukan penahanan terhadap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) berinisial RIP. Penahanan ini diambil berdasarkan hasil penyidikan yang menunjukkan adanya pelanggaran serius dalam pengelolaan anggaran. “Kami berharap kasus ini bisa memberikan efek jera bagi pejabat lainnya,” ujar seorang aktivis yang mengamati perkembangan kasus ini.

Proses Penyelidikan yang Intensif

Penyelidikan dimulai ketika ada laporan dari masyarakat mengenai dugaan penyalahgunaan dana. Kejaksaan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No: Print-03.a/L.2.11/Fd.2/10/2025 pada 6 Oktober 2025. Dalam waktu singkat, pihak kejaksaan berhasil mengumpulkan bukti yang cukup untuk menahan RIP.

Menurut Kasi Intel Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, penyidikan menemukan bahwa dana bagi hasil sawit yang diterima Pemkot Binjai dari pemerintah pusat tidak dikelola dengan baik. “Kami menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan proyek yang seharusnya dilaksanakan,” katanya. Pada tahun anggaran 2023, Pemkot Binjai menerima dana sebesar Rp 7,9 miliar untuk tujuh paket kegiatan, tetapi tidak ada satu pun yang dilaksanakan sesuai rencana.

Kemudian pada tahun 2024, Pemkot kembali menerima dana sebesar Rp 6,9 miliar untuk lima kegiatan, yang juga tidak dijalankan sesuai peruntukannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas pejabat yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dana tersebut.

Identifikasi Tersangka Lain

Selain RIP, dua tersangka lain juga telah ditetapkan dalam kasus ini: SFPZ selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan TSD dari unsur penyedia atau rekanan. Ketiga tersangka kini ditahan untuk dimintai keterangan lebih lanjut. “Kami akan memastikan semua yang terlibat mendapatkan pertanggungjawaban,” tegas Noprianto.

Pihak kejaksaan juga berencana untuk memanggil sejumlah saksi untuk memberikan keterangan. Hal ini penting untuk memperkuat bukti dan menemukan jejak aliran dana yang tidak wajar. “Kami akan meneliti lebih lanjut aliran dana dan memastikan bahwa semua yang terlibat akan dimintai keterangan,” tambahnya.

Masyarakat pun sangat berharap agar tindakan tegas ini dapat membantu menegakkan hukum dan keadilan. “Kami ingin melihat pelaku korupsi dihukum dengan berat agar ada efek jera bagi pejabat lainnya,” ungkap seorang warga yang mengikuti perkembangan kasus ini.

Temuan Kecurangan dalam Proyek

Penyidikan mengungkapkan sejumlah kecurangan serius. Terdapat dua proyek fiktif yang tidak pernah dikerjakan, tetapi uang muka telah ditarik seluruhnya. Proyek tersebut adalah pemeliharaan berkala jalan di Jalan Samanhudi dan Jalan Gunung Sinabung, dengan total nilai kontrak sekitar Rp 4 miliar. “Ini adalah penipuan yang merugikan masyarakat,” ujar Noprianto.

Kejaksaan juga menemukan bahwa ada keterlambatan dalam penyelesaian proyek. Dari sepuluh proyek yang seharusnya selesai pada akhir tahun 2024, kenyataannya baru rampung sekitar Mei 2025. Namun, dalam berita acara serah terima, pekerjaan tersebut dimanipulasi seolah-olah sudah selesai pada 24 Desember 2024. “Kami menemukan tanda tangan yang dipalsukan dalam dokumen,” tegas Noprianto.

Manipulasi dokumen semacam ini menunjukkan adanya niat jahat untuk menipu masyarakat dan merugikan keuangan negara. Pihak kejaksaan berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan semua bukti dihadirkan di pengadilan.

Kerugian Negara yang Signifikan

Dari hasil penghitungan tim ahli yang diturunkan untuk mengecek mutu dan volume pekerjaan, ditemukan bahwa proyek-proyek tersebut tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Kerugian negara diestimasi mencapai Rp 2,6 miliar akibat kekurangan volume pekerjaan di lapangan. “Kami akan berupaya untuk mengembalikan kerugian ini,” jelas Noprianto.

Pihak kejaksaan bertekad untuk menelusuri semua jejak aliran dana yang tidak wajar dan menemukan semua pihak yang terlibat dalam korupsi ini. “Kami akan menindak tegas semua yang terlibat, baik yang langsung maupun tidak langsung,” tambahnya.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat, yang berharap agar tindakan korupsi seperti ini tidak terulang di masa depan. “Kami ingin Pemkot Binjai lebih transparan dalam penggunaan anggaran,” ungkap seorang tokoh masyarakat.

Reaksi Masyarakat dan Aktivis

Berita mengenai skandal ini langsung memicu reaksi dari masyarakat dan aktivis. Banyak yang merasa kecewa atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. “Kami sudah lelah dengan berita tentang korupsi. Kami ingin perubahan nyata,” ujar seorang aktivis sosial.

Masyarakat Binjai menuntut transparansi dalam pengelolaan anggaran. “Kami ingin melihat penggunaan dana publik yang efektif dan akuntabel. Ini adalah uang kami,” kata seorang warga yang aktif dalam organisasi sosial di Binjai.

Pihak pemerintah daerah juga diharapkan untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pengelolaan anggaran agar kejadian serupa tidak terulang. “Kita butuh sistem yang lebih baik agar dana publik dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ungkap seorang tokoh masyarakat.

Harapan untuk Perbaikan Sistem

Dengan terungkapnya kasus ini, masyarakat berharap ada perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah. “Kami ingin Pemkot Binjai lebih transparan dan akuntabel dalam menggunakan dana publik,” ungkap seorang anggota DPRD setempat.

Kasus ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi pejabat lainnya untuk tidak menyalahgunakan amanah yang diberikan. “Kami tidak ingin lagi mendengar berita tentang korupsi yang merugikan rakyat,” tambahnya.

Pemerintah pusat juga diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap pengawasan penggunaan dana bagi hasil di daerah, agar dana tersebut dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. “Kita semua harus berperan aktif dalam mengawasi penggunaan anggaran,” seru seorang pengamat kebijakan publik.

Penutup

Kasus korupsi di Pemkot Binjai ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat memberi efek jera bagi para pelaku korupsi. Penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Binjai menunjukkan bahwa hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu.

Masyarakat berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang di masa depan dan bahwa transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik menjadi prioritas bagi pemerintah daerah. Kerjasama antara masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.

Exit mobile version