Berita  

Ketua Yayasan Ponpes di Tapanuli Selatan Ditangkap Karena Kasus Pemerkosaan Santri

Penangkapan yang Mengguncang Komunitas

Pada 9 Agustus 2025, seorang pria berinisial MN (64) ditangkap oleh pihak kepolisian di Tapanuli Selatan setelah diduga melakukan pemerkosaan terhadap salah satu santrinya. MN, yang menjabat sebagai Ketua Yayasan pondok pesantren (ponpes), ditangkap setelah laporan dari ibu korban yang mengungkapkan bahwa tindakan asusila tersebut telah terjadi sebanyak lima kali dalam kurun waktu antara Juli 2021 hingga 2022.

Kapolres Tapanuli Selatan, AKBP Yon Edi Winara, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan ibu kandung korban yang merasa khawatir dengan perilaku anaknya. “Korban adalah santriwati di ponpes yang diasuh oleh MN. Kami menerima laporan tentang tindakan asusila yang dilakukan oleh pelaku,” ungkap Yon dalam konferensi pers.

Kronologi Kejadian

Menurut keterangan yang diperoleh dari pihak kepolisian, tindakan pertama terjadi pada awal Juli 2021. MN diduga mencabuli korban saat ia sedang mencuci piring di rumahnya. “Pada saat itu, MN menarik tangan korban, menutup mulutnya, dan melakukan perbuatan yang sangat tidak senonoh,” jelas Kapolres.

Setelah kejadian pertama, MN kembali melakukan tindakan serupa. “Kejadian kedua terjadi ketika korban sedang menonton televisi. MN membuka resleting baju korban dan mulai meraba-raba tubuhnya,” lanjut Yon. Tindakan ini sangat mengejutkan, terutama karena dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjadi panutan bagi santrinya.

Pengakuan Korban dan Dampak Psikologis

Korban, yang kini berusia remaja, akhirnya memberanikan diri untuk berbicara kepada ibunya setelah mengalami perlakuan yang tidak pantas selama lebih dari setahun. “Ibu korban sangat terkejut mendengar pengakuan anaknya dan segera melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib,” kata Yon. Dukungan dari keluarga sangat penting dalam kasus-kasus seperti ini, di mana korban sering kali merasa tertekan dan tidak berdaya.

Setelah menerima laporan, pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap korban. Hasil visum et repertum menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa tindakan asusila telah terjadi. “Kami sudah melakukan pemeriksaan medis, dan hasilnya mendukung pernyataan korban,” ungkap Yon.

Proses Penahanan Pelaku

MN ditangkap pada 8 Agustus 2025, sehari sebelum konferensi pers diadakan. Pihak kepolisian menegaskan bahwa MN akan dijerat dengan berbagai pasal yang berkaitan dengan perlindungan anak. “Pelaku dijerat dengan Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (1) dan (3) serta Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU No. 17 Tahun 2016,” jelas Yon.

Ancaman hukuman bagi MN sangat serius, dengan batasan minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp 5 miliar. “Karena pelaku adalah orang tua atau wali yang seharusnya melindungi anak, hukumannya bisa ditambah sepertiga,” tambahnya.

Tanggapan Masyarakat

Setelah berita penangkapan ini tersebar, berbagai reaksi muncul di media sosial. Banyak netizen yang mengecam tindakan MN dan menyerukan agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku. “Ini adalah pelanggaran yang sangat serius dan harus mendapat perhatian khusus dari pihak berwajib,” tulis salah satu pengguna media sosial.

Aktivis perlindungan anak juga memberikan perhatian terhadap kasus ini. “Kita harus memastikan bahwa tempat pendidikan menjadi aman bagi anak-anak. Kasus ini menunjukkan bahwa kita perlu lebih ketat dalam melakukan pengawasan,” ujar seorang aktivis.

Pentingnya Pendidikan dan Perlindungan Anak

Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak, terutama di lingkungan pendidikan. “Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang aman dan nyaman. Kita tidak boleh membiarkan kejadian seperti ini terulang,” tegas seorang psikolog anak. Ia menekankan bahwa lingkungan yang aman adalah syarat utama bagi perkembangan anak yang sehat.

Pihak ponpes juga diminta untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan pelatihan kepada pengurus dan tenaga pendidik mengenai perlindungan anak. “Kami harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Ini adalah tanggung jawab kita semua,” tambahnya.

Kesimpulan

Kasus pemerkosaan yang melibatkan Ketua Yayasan Ponpes di Tapanuli Selatan adalah pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat diperlukan agar keadilan dapat ditegakkan.

Dengan penanganan yang serius, diharapkan kasus ini tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak di semua lini. Semoga kejadian serupa tidak terulang, dan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.