Mereka Tahu Duluan: Apa yang Dirasakan Hewan Saat Bencana Akan Terjadi?

Benarkah Hewan Bisa Mendeteksi Bencana Alam Sebelum Terjadi?

Coba bayangkan satu hal. Jika bumi bisa memberi peringatan sebelum melepaskan amarahnya, siapa yang akan mendengar sinyal itu pertama kali? Jawabannya bukan manusia. Tapi hewan.

Aneh, tapi nyata. Dalam banyak kejadian bencana besar, hewan-hewan menunjukkan perilaku ganjil bahkan jauh sebelum manusia sadar sesuatu akan terjadi. Mereka bukan cenayang. Mereka hanya lebih peka.

Gajah ke Bukit, Kerbau Lari, Kura-Kura Balik Arah

Tahun 2004. Tsunami raksasa menghantam Aceh dan sebagian Asia Tenggara. Tapi sebelum air bah menyapu pantai, gajah-gajah terlihat berlari ke perbukitan, burung-burung kabur dari sarang, dan anjing enggan keluar rumah.

Cerita serupa datang dari Thailand, di mana kerbau-kerbau mendaki bukit tanpa sebab yang jelas. Mereka bergerak sebelum manusia tahu bahaya sedang mendekat.

Loncat ke Januari 2025 di Tonga, sekelompok kura-kura laut yang baru dilepas ke lautan tiba-tiba berbalik arah dan kembali ke daratan. Dua hari kemudian, gunung api bawah laut meletus.

Apakah mereka “merasakan” sesuatu yang tak kasat mata?

Bukan Hanya Cerita Rakyat, Tapi Juga Catatan Sejarah

Fenomena ini bukan cuma mitos lokal atau cerita nenek moyang. Tahun 373 SM, sejarawan Yunani menulis bahwa tikus, musang, anjing, dan ular meninggalkan Kota Helice sebelum gempa meratakan daerah itu.

Pada gempa San Francisco 1906, kuda-kuda lari liar tanpa sebab jelas. Sebelumnya, domba dan angsa di Naples berisik sepanjang malam sebelum gempa 1805 mengguncang Italia.

Berulang. Terjadi di tempat berbeda. Zaman berbeda. Tapi pola tetap sama. Hewan bereaksi lebih dulu.

Apa yang Mereka Tahu Tapi Kita Tidak?

Menurut Dr. Heri Setijanto dari IPB, hewan punya sistem sensoris yang luar biasa. Bahkan bisa dibilang jauh lebih canggih dari manusia dalam hal tertentu. Ini bukan soal indra keenam, tapi kemampuan alami tubuh mereka.

1. Telinga Super

Banyak hewan mendengar suara yang tidak bisa kita dengar. Manusia terbatas di rentang 20 sampai 20.000 Hz. Tapi hewan seperti anjing, buaya, paus, bahkan burung merpati bisa menangkap frekuensi jauh lebih luas, termasuk gelombang infrasonik yang muncul dari gesekan kerak bumi sebelum gempa.

2. Penerima Sinyal Lingkungan

Tubuh hewan dilengkapi reseptor kimia, suhu, tekanan, cahaya, bahkan rasa sakit. Ketika lingkungan berubah drastis, misalnya menjelang letusan atau gempa, reseptor mereka langsung aktif.

3. Medan Magnet dan Elektroreseptor

Beberapa hewan bisa “melihat” medan magnet. Belut listrik dan hiu bisa mendeteksi perubahan kecil pada elektromagnetik sekitar. Saat tekanan bumi meningkat atau ada pergeseran lempeng, medan magnetik bumi ikut terganggu, dan hewan bisa merasakannya seperti suara dalam kepala.

Dengan kata lain, mereka hidup di frekuensi yang tidak kita jangkau.

Kenapa Kita Belum Bisa Sepeka Itu?

Mungkin karena kita terlalu sibuk dengan layar. Atau mungkin karena alat-alat kita belum cukup canggih untuk menangkap sinyal biologis yang diterima hewan. Sains masih berusaha mengejar mereka. Tapi sejauh ini, insting hewan sering kali lebih cepat dari teknologi.

Sayangnya, perilaku hewan belum bisa dijadikan sistem peringatan formal, karena belum ada standar pengukuran yang konsisten. Kadang mereka memang bertingkah aneh, tapi belum tentu karena akan ada gempa. Bisa juga karena mendeteksi kucing tetangga atau dengar petir dari kejauhan.

Namun, dalam banyak kasus bencana besar, pola ini muncul berulang. Dan itu membuat kita bertanya: kalau hewan bisa tahu lebih dulu, apa yang sebenarnya kita lewatkan?

Mungkin Saatnya Belajar dari Mereka

Kita tidak perlu jadi seperti gajah atau kelelawar. Tapi mungkin sudah waktunya untuk lebih peka terhadap alam. Karena saat bumi mulai “berbicara”, kadang suara pertamanya datang bukan dari alarm, tapi dari gonggongan, sayap mengepak, atau seekor kura-kura yang memilih pulang sebelum laut berubah murka.

Exit mobile version