Ditulis oleh: PixelScribe | Politik Pop & Power Play
Dua pria paling vokal di jagat Amerika—Donald J. Trump dan Elon R. Musk—baru saja melewati babak paling panas dalam hubungan love-hate mereka. Yang satu mantan presiden yang ingin comeback, yang satu raja teknologi yang nyaris jadi raja opini publik. Mereka pernah bersatu dalam satu mimpi besar: mereformasi Amerika. Tapi kini, satu sama lain justru saling menjatuhkan.
Namun, setelah saling sindir, saling blok, dan saling ancam lewat media sosial, tiba-tiba Musk melempar “bom damai”: permintaan maaf publik yang membuat dunia bertanya-tanya—ini beneran selesai, atau hanya jeda?
🔁 Dari Loyalis Jadi Lawan: Babak Demi Babak yang Membara
Hubungan Trump-Musk awalnya ibarat dua sisi koin populisme Amerika modern. Musk bukan hanya memberi dukungan politik, tapi juga panggung digital untuk kampanye Trump melalui situs TrumpWin2024.org. Trump pun membalas dengan jabatan simbolik Kepala DOGE (Department of Government Efficiency)—sebuah penghargaan yang lebih terdengar seperti meme, tapi ternyata benar-benar diumumkan resmi pada Januari 2025.
Namun, seiring waktu, retakan mulai muncul. Musk mulai bersuara soal isu lingkungan dan fiskal, menentang RUU ambisius Trump: One Big Beautiful Bill (BBB). Di sinilah semuanya pecah.
Musk menyindir isi RUU BBB sebagai “Slim Ugly Bill”. Trump, tentu, tidak tinggal diam. Lewat Truth Social, ia balik menyerang dan bahkan mengancam mencabut subsidi Tesla dan SpaceX.
Tensi ini bukan lagi sekadar beda visi. Ini sudah berubah jadi perang geng digital: Muskian vs Trumpian.
💥 Momen Epik: Sindiran Epstein dan Anjloknya Saham
Kalau konflik ini diibaratkan sinetron, maka klimaksnya datang saat Musk menyeret nama Trump ke dalam bayang-bayang skandal Jeffrey Epstein. Meski tak menyebut langsung bukti apa pun, cukup satu cuitan yang insinuatif untuk membuat dunia berguncang.
Trump, yang sejak awal kesal, dikabarkan “benar-benar murka” setelah itu. Gedung Putih buru-buru merespons, menyangkal keterlibatan Trump dalam dokumen Epstein. Tapi di jagat medsos, spekulasi sudah membentuk opini. Saham Tesla pun ikut jatuh, dari $342 ke $295 dalam waktu tiga hari.
Seolah belum cukup, Trump bahkan mengumumkan bahwa dia akan menjual mobil Tesla pribadinya. Musk, yang dikenal blak-blakan, sempat mengancam menunda misi SpaceX ke ISS—ancaman yang kemudian ia tarik kembali.
🤐 Minta Maaf, Tapi Apakah Tulus?
Rabu, 11 Juni 2025, Elon Musk menulis:
“Saya menyesal atas beberapa unggahan saya tentang Presiden @realDonaldTrump minggu lalu. Unggahan itu terlalu berlebihan.”
Tanpa menyebut cuitan mana. Tanpa video. Tanpa emosi.
Twit itu meledak: 80 juta tayangan, 707 ribu likes, dan komentar yang terbagi dua. Sebagian menyebut Musk “gentleman”—berani mundur selangkah demi menjaga integritas. Tapi banyak juga yang menyebutnya “damage control,” mengingat efek finansial dan politik yang ia tanggung.
Netizen juga menemukan: beberapa cuitan kontroversial Musk mendadak menghilang. Termasuk satu balasan dengan kata “yes” saat diajak memakzulkan Trump.
🧊 Trump: “Hubungan Kami Sudah Selesai”
Dalam wawancara dengan NBC News, Trump menjawab singkat tapi tajam:
“Hubungan kami sudah selesai.”
Tidak ada keinginan untuk berdamai. Tidak ada “terima kasih atas pengakuannya”. Hanya garis batas yang jelas, seolah menutup buku.
Kalau ini sebuah film, mungkin inilah momen saat karakter utama memilih jalan berbeda setelah perang besar. Tapi dalam dunia nyata—terutama dunia politik Amerika—segala sesuatu masih bisa berubah tergantung arah angin, polling, atau trending topic.
🎭 Apakah Ini Babak Akhir atau Sekadar Rehat?
Permintaan maaf Musk mungkin menurunkan tensi, tapi belum tentu menyelesaikan masalah. Di balik semua ini ada dua hal besar: ego dan elektabilitas. Trump sedang bersiap menuju Pemilu, dan Musk sedang menjaga kerajaan bisnisnya dari badai politik.
Mereka bisa saja bertemu lagi dalam konflik baru—entah di ruang debat, di ruang sidang, atau di luar angkasa.
🔮 Kesimpulan: Duel Dua Alpha di Era Digital
Drama ini telah mencerminkan banyak hal: betapa kaburnya batas antara kekuasaan politik dan kapitalisme teknologi. Bahwa dua orang saja bisa mengubah arah opini nasional, hanya dengan satu tweet atau satu sindiran.
Musk telah minta maaf. Trump telah menutup pintu. Tapi sejarah hubungan mereka berkata satu hal: tidak ada yang benar-benar selesai.
Karena dalam dunia mereka—reputasi adalah mata uang, dan drama adalah alat tukarnya.
