Berita  

Kasus Korupsi Wali Kota Semarang: Mbak Ita dan Suami Ditahan KPK

Pendahuluan

Pada 19 Februari 2025, publik Indonesia dikejutkan dengan berita penahanan Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang lebih dikenal sebagai Mbak Ita, bersama suaminya, Alwin Basri. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga perkara korupsi yang melibatkan dugaan penerimaan uang mencapai Rp 6 miliar. Kasus ini menyoroti masalah serius korupsi di tingkat pemerintahan daerah, terutama di kalangan pejabat publik.

Latar Belakang Kasus

Mbak Ita, yang menjabat sebagai Wali Kota Semarang, seharusnya menjadi figur yang memimpin dengan contoh baik. Namun, situasi ini menunjukkan sisi gelap dari kepemimpinan publik. Menurut informasi dari KPK, keduanya terlibat dalam pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar serta proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan.

Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, memaparkan bahwa sejak Mbak Ita menjabat, ia dan suaminya telah menerima sejumlah uang dari berbagai proyek. “Mereka terlibat dalam pengadaan meja kursi fabrikasi untuk Dinas Pendidikan Kota Semarang dan pengaturan proyek penunjukan langsung,” ungkap Ibnu dalam konferensi pers.

Rincian Kasus Pertama

Kasus pertama yang menjerat Mbak Ita dan Alwin adalah pengadaan meja kursi untuk SD. Diduga, mereka menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar dari proyek ini. Alwin diduga berperan dalam membantu mendapatkan proyek tersebut. “RUD, direktur PT Deka Sari Perkasa, telah menyiapkan uang sebesar Rp 1.750.000.000 sebagai fee untuk AB,” jelas Ibnu.

Praktik ini mencerminkan bagaimana korupsi dapat merusak integritas proyek yang seharusnya bermanfaat bagi pendidikan. Uang yang seharusnya digunakan untuk pengadaan barang dan jasa justru mengalir ke kantong pribadi pejabat.

Rincian Kasus Kedua

Dalam perkara kedua, Mbak Ita dan suaminya diduga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan. Dalam hal ini, Alwin diduga menerima uang sebesar Rp 2 miliar sebagai commitment fee. “Pada sekitar bulan Desember 2022, M menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada AB,” kata Ibnu.

Kasus ini menunjukkan betapa korupsi telah merembet hingga ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Uang yang diterima dianggap sebagai imbalan untuk memperlancar proses pengadaan proyek di daerah tersebut.

Rincian Kasus Ketiga

Kasus terakhir yang melibatkan pasangan ini adalah permintaan uang kepada Bapenda Kota Semarang. Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar dari potongan iuran sukarela pegawai Bapenda. “Uang ini dipotong dari TPP triwulan 1 hingga 4 tahun 2023,” jelas Ibnu.

Jika dijumlahkan, total uang yang diterima Mbak Ita dan suaminya mencapai sekitar Rp 6 miliar dari tiga perkara tersebut. Angka yang sangat signifikan ini menunjukkan betapa seriusnya dugaan korupsi yang melibatkan mereka.

Tindakan KPK

KPK tidak tinggal diam setelah penetapan tersangka ini. “Kami akan terus melakukan penyelidikan dan menindaklanjuti semua pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini,” tegas Ibnu. Penahanan Mbak Ita dan suaminya menjadi sorotan publik, bukan hanya karena status mereka sebagai pejabat, tetapi juga karena dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat.

KPK berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek yang melibatkan dana publik. Dengan tindakan tegas ini, diharapkan akan ada efek jera bagi pejabat lainnya yang berniat melakukan korupsi.

Reaksi Publik

Berita tentang penahanan Mbak Ita dan suaminya segera menarik perhatian publik. Banyak warga Semarang yang merasa kecewa dan marah dengan tindakan korupsi yang melibatkan pejabat publik. “Kami berharap KPK bisa menegakkan hukum dengan adil dan transparan,” kata seorang warga yang mengikuti berita ini.

Aktivis anti-korupsi juga memberikan tanggapan positif terhadap tindakan KPK. Mereka menilai bahwa kasus ini mencerminkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap pejabat publik. “Kita harus terus memantau dan mendukung upaya pemberantasan korupsi,” ujar seorang aktivis.

Dampak Terhadap Masyarakat

Kasus ini tidak hanya berdampak pada Mbak Ita dan suaminya, tetapi juga pada masyarakat Semarang. Banyak yang merasa kehilangan harapan terhadap pemerintah daerah yang seharusnya melayani dan melindungi kepentingan rakyat. “Korupsi seperti ini merugikan kami semua,” ujar seorang warga.

Masyarakat menginginkan agar semua pihak yang terlibat dalam praktik korupsi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka berharap, KPK bisa menindak tegas semua pelaku korupsi, tidak hanya di tingkat atas, tetapi juga di tingkat bawah.

Penutup

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Mbak Ita dan suaminya adalah pengingat bahwa praktik korupsi masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Dengan penahanan ini, diharapkan ada efek jera bagi pejabat lainnya dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengawasan terhadap pemerintah.

KPK berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam melaporkan praktik-praktik korupsi, agar Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik dan bersih dari korupsi.