Jakarta, 13 Desember 2024 – Dalam sebuah operasi yang dilakukan pada Kamis lalu, Direktorat Jenderal Imigrasi berhasil menangkap 12 perempuan warga negara asing (WNA) asal Vietnam yang terlibat sebagai pekerja seks komersial (PSK) di kawasan Muara Karang, Jakarta Utara. Penangkapan ini menjadi sorotan publik mengenai praktik ilegal yang semakin marak di industri hiburan malam.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Yuldi Yusman, mengungkapkan bahwa penangkapan bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas ilegal di area tersebut. “Kami menerima informasi dari masyarakat dan langsung menindaklanjuti. Saat kami melakukan razia, kami menemukan 12 perempuan yang bekerja di tempat karaoke sebagai PSK,” ungkap Yuldi saat konferensi pers di kantor imigrasi.
Dari hasil pemeriksaan awal, terungkap bahwa para perempuan tersebut masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan, bukan untuk bekerja. “Mereka menggunakan bebas visa kunjungan (BVK) dan visa kunjungan saat kedatangan (VKSK) dengan tujuan wisata. Namun kenyataannya, mereka terlibat dalam kegiatan prostitusi,” jelas Yuldi.
Salah satu perempuan yang ditangkap mengaku telah tinggal di Indonesia selama satu hingga dua bulan terakhir. Selama waktu tersebut, ia bekerja sebagai pemandu karaoke sekaligus menawarkan layanan seksual kepada pengunjung, dengan tarif yang ditetapkan mencapai Rp 5.600.000 per kencan. “Mereka menyebut diri mereka sebagai Ladies Companion (LC), tetapi dalam praktiknya, mereka melakukan kegiatan yang melanggar hukum,” tambah Yuldi.
Sebagai konsekuensi dari tindakan mereka, para perempuan tersebut kini menghadapi deportasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Selain deportasi, mereka juga terancam denda hingga Rp 500 juta dan larangan masuk ke Indonesia selama jangka waktu tertentu. “Kami akan melakukan deportasi dan mereka akan dikenakan sanksi larangan masuk hingga dua tahun,” tegas Yuldi.
Pihak imigrasi kini sedang menyelidiki lebih lanjut mengenai jaringan yang diduga menjadi koordinator dalam mendatangkan para WNA tersebut ke Indonesia. “Kami mencurigai adanya pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengiriman mereka. Mereka tidak datang secara bersamaan, melainkan satu per satu dengan tujuan yang sama,” ungkap Yuldi.
Kisah para WNA ini tidak hanya menyoroti masalah hukum, tetapi juga isu sosial yang lebih luas. Banyak masyarakat yang merasa prihatin atas nasib perempuan-perempuan ini. Salah satunya, seorang aktivis sosial, Rudi, yang mengatakan, “Kita tidak bisa hanya melihat dari sisi hukum. Banyak dari mereka yang mungkin terjebak dalam situasi sulit dan tidak memiliki pilihan lain. Kita perlu mencari solusi yang lebih manusiawi.”
Reaksi masyarakat terhadap penangkapan ini beragam. Beberapa mendukung langkah tegas pemerintah untuk menanggulangi praktik prostitusi, sementara yang lain beranggapan bahwa perlu pendekatan yang lebih baik untuk menangani kasus-kasus serupa. “Sangat penting untuk memberantas praktik ilegal, tetapi kita juga harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi mereka,” ujar Sari, seorang warga Jakarta Utara.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengawasi keberadaan WNA serta praktik ilegal di industri hiburan malam. Dengan meningkatnya jumlah WNA yang terlibat dalam prostitusi, penting bagi pemerintah untuk memperkuat regulasi dan pengawasan di sektor ini. “Kami akan meningkatkan kerjasama dengan kepolisian dan pihak terkait lainnya untuk mencegah praktik ilegal di tempat hiburan,” pungkas Yuldi.
Ke depan, diharapkan masyarakat juga berperan aktif dalam melaporkan kegiatan mencurigakan di sekitar mereka. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Jika melihat sesuatu yang tidak wajar, jangan ragu untuk melapor,” imbau Yuldi.
Sementara itu, para perempuan yang ditangkap kini berada di ruang detensi sambil menunggu proses deportasi. Kasus ini menjadi pengingat bahwa meskipun ada undang-undang yang mengatur, praktik-praktik ilegal masih terjadi. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah untuk menciptakan kondisi yang lebih baik dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.