Bali, dengan keindahan alamnya dan budaya yang kaya, telah lama menjadi destinasi impian bagi banyak wisatawan. Namun, di balik pesonanya, pulau ini menghadapi masalah serius terkait praktik prostitusi yang melibatkan turis wanita asing. Sepanjang tahun 2024, beberapa kasus telah mencuat, menunjukkan bahwa tidak semua pengunjung datang untuk menikmati keindahan Pulau Dewata.
Salah satu kasus yang paling mencolok adalah penangkapan dua wanita asal Rusia, AT (24) dan KM (22), yang terjaring dalam operasi imigrasi. Mereka ditangkap di sebuah vila di Seminyak setelah petugas menemukan barang bukti yang mencurigakan. Keberadaan barang-barang seperti baby oil dan sex toys mengungkapkan bahwa mereka terlibat dalam praktik pijat plus-plus yang ilegal. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menyatakan bahwa penangkapan ini adalah bagian dari upaya untuk menanggulangi aktivitas ilegal yang merugikan citra Bali.
Kasus lainnya melibatkan seorang wanita asal Brasil, AGA, yang sebelumnya bekerja sebagai pengacara. Ia dideportasi setelah terlibat prostitusi, dengan tarif mencapai Rp 7,8 juta per sesi. AGA mengaku melakukan hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidup selama berlibur di Bali. Praktik yang dilakukan AGA menunjukkan betapa sulitnya kondisi ekonomi yang dihadapi banyak turis, memaksa mereka untuk mengambil keputusan yang berisiko.
Di sisi lain, praktik prostitusi juga terjadi di tempat-tempat yang seharusnya menawarkan relaksasi, seperti spa. Dua warga Australia, MJLG (50) dan LJLG (44), ditangkap karena menjalankan spa yang menawarkan layanan ilegal. Dengan omzet mencapai Rp 3 miliar per bulan, mereka menunjukkan bagaimana bisnis haram ini dapat berjalan dengan baik di Bali. Penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian menjadi sinyal bahwa praktik semacam ini tidak akan ditoleransi.
Masyarakat lokal pun mulai merasakan dampak dari maraknya kasus prostitusi. Banyak yang merasa bahwa citra Bali sebagai destinasi wisata yang aman mulai ternoda. Seorang warga lokal mengungkapkan, “Kami ingin Bali dikenal sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk berlibur, bukan sebagai sarang prostitusi.”
Pemerintah setempat berupaya meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah praktik prostitusi yang merugikan banyak pihak. Dengan harapan bahwa Bali dapat kembali menjadi destinasi wisata yang aman dan nyaman, semua pihak diharapkan berperan aktif dalam mencegah dan menindak praktik ilegal ini.