Perusahaan bimbingan belajar online asal Amerika Serikat, Chegg, harus menutup operasionalnya setelah mengalami kerugian besar yang disebabkan oleh dominasi teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya ChatGPT. Keputusan ini menjadi sorotan karena Chegg, yang berdiri sejak 2006, sempat menjadi platform unggulan bagi pelajar untuk mendapatkan bantuan belajar, namun kini harus bersaing dengan teknologi AI yang semakin digemari.
Kehilangan Pelanggan Secara Drastis
Sejak kemunculan ChatGPT pada tahun 2023, Chegg kehilangan lebih dari setengah juta pelanggannya. Pelajar yang sebelumnya menggunakan layanan Chegg untuk mendapatkan jawaban atau bimbingan dari ahli, beralih ke ChatGPT yang mampu memberikan informasi lebih cepat dan mudah. ChatGPT, yang menggunakan model GPT-4, juga menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menyelesaikan soal dibandingkan dengan jawaban yang diberikan oleh pakar manusia di Chegg.
Data internal Chegg mengungkapkan bahwa lebih dari 500.000 pelanggan memutuskan untuk berhenti berlangganan. Hal ini mengakibatkan harga saham Chegg anjlok tajam, merosot hingga 99 persen dari harga tertingginya pada 2021 yang mencapai 113,51 dollar AS (sekitar Rp 1,7 juta) per lembar saham, menjadi hanya 1,86 dollar AS (sekitar Rp 29.315) per lembar pada saat ini.
Langkah Terlambat Mengadopsi AI
Pada tahun 2022, ketika ChatGPT baru diluncurkan, Chegg sempat meremehkan potensi teknologi tersebut. Karyawan Chegg pada waktu itu sudah mengusulkan penggunaan AI untuk menghasilkan jawaban otomatis, namun ide tersebut ditolak oleh para eksekutif perusahaan. Chegg menganggap bahwa ChatGPT tidak berisiko, karena teknologi tersebut sering memberikan jawaban yang tidak akurat.
Namun, dengan semakin populernya ChatGPT di kalangan pelajar, Chegg mulai merasakan dampaknya. Pengguna yang beralih ke ChatGPT menemukan bahwa AI ini tidak hanya memberikan jawaban yang cepat, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menyelesaikan soal dengan cara yang lebih akurat dan relevan. Hal ini membuat Chegg mulai kehilangan daya tariknya sebagai penyedia bimbingan belajar.
Cheggmate: Upaya yang Gagal
Sebagai upaya untuk bertahan, Chegg menjalin kemitraan dengan OpenAI, pengembang di balik ChatGPT, untuk menciptakan layanan baru yang disebut Cheggmate. Layanan ini dimaksudkan untuk menggabungkan keunggulan database Chegg dan teknologi GPT-4, dengan harapan bisa memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para pelajar.
Sayangnya, Cheggmate tidak mampu bersaing dengan ChatGPT. Meskipun layanan ini menggunakan kecerdasan buatan yang dikembangkan bersama OpenAI, pengguna tetap lebih memilih ChatGPT karena kemampuannya yang lebih unggul dalam memberikan jawaban yang cepat dan berkualitas.
Pemangkasan Karyawan dan Pergantian CEO
Dalam upaya untuk mengurangi kerugian, Chegg memutuskan untuk memangkas 441 karyawan, berfokus pada pengembangan internasional, dan merombak model bisnis perusahaan. Nathan Schultz, yang menggantikan Dan Rosensweig sebagai CEO pada Juni 2024, juga berusaha untuk mengubah perusahaan yang awalnya fokus pada penyediaan jawaban PR menjadi penyedia layanan pendidikan yang lebih inovatif.
Namun, meski ada perubahan dalam manajemen, Chegg tidak mampu mengejar ketertinggalan dari ChatGPT yang terus mendominasi pasar. Akhirnya, Cheggmate, yang diharapkan bisa menjadi solusi, harus dihentikan oleh manajemen karena kinerja yang kurang memadai.
Dampak ChatGPT pada Industri Pendidikan
Kehilangan Chegg ini menjadi peringatan bagi banyak perusahaan di sektor edtech dan bimbel online. ChatGPT tidak hanya menggantikan peran bimbingan tradisional, tetapi juga menciptakan standar baru dalam cara orang belajar dan mengakses informasi. Pelajar kini lebih memilih menggunakan teknologi untuk mendapatkan jawaban langsung, tanpa harus bergantung pada layanan yang membutuhkan biaya bulanan atau interaksi manusia.
Industri pendidikan juga harus siap beradaptasi dengan perubahan besar ini. Bimbingan belajar yang awalnya mengandalkan interaksi langsung antara guru dan pelajar kini harus bersaing dengan sistem berbasis AI yang dapat memberikan jawaban lebih cepat dan lebih murah. Perusahaan-perusahaan di sektor ini perlu mencari cara baru untuk menggunakan AI dalam meningkatkan layanan mereka, bukan hanya sekadar memberikan jawaban, tetapi juga menyediakan pengalaman belajar yang lebih mendalam.
Kesimpulan
Kebangkrutan Chegg mencerminkan bagaimana teknologi AI generatif seperti ChatGPT bisa mengubah secara drastis lanskap bisnis pendidikan. Chegg, yang selama ini menjadi pemain utama di dunia bimbel online, harus menghadapi kenyataan pahit bahwa teknologi baru lebih disukai oleh konsumen. Ini menjadi pelajaran bagi industri pendidikan bahwa kecerdasan buatan bukanlah ancaman yang bisa diabaikan, tetapi sebuah kekuatan yang perlu dimanfaatkan untuk bertahan dan berinovasi.